ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TENTANG PEMENUHAN MAHAR YANG DIHUTANG PASCA PERCERAIAN (Studi Putusan Nomor 0067/Pdt.G/2017/PA.Gsg)

VERA LIYA, SISCA (2024) ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TENTANG PEMENUHAN MAHAR YANG DIHUTANG PASCA PERCERAIAN (Studi Putusan Nomor 0067/Pdt.G/2017/PA.Gsg). Diploma thesis, UIN RADEN INTAN LAMPUNG.

	PDF Download (2MB)
	PDF Restricted to Repository staff only Download (5MB)

Abstract

ABSTRAK Mahar adalah pemberian yang dilakukan oleh calon suami kepada calon istri yang hukumnya wajib. Mahar biasanya berupa uang, barang ataupun jasa dan apapun yang boleh dan tidak menyalahi hukum islam. Pembayaran mahar biasanya disebutkan di dalam akad nikah dapat diberikan secara tunai ataupun ditangguhkan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, Bagaimana Argumentasi Hukum dalam Putusan Pengadilan Nomor 0067/Pdt.G/2017/PA.Gsg dalam Pemenuhan mahar yang dihutang pasca perceraian? Bagaimana Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Pengadilan Nomor 0067/Pdt.G/2017/PA.Gsg dalam pemenuhan mahar dihutang pasca perceraian? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian pustaka (library research), dengan sifat penelitian deskriptif. Sumber data yang digunakan yakni menggunakan data sekunder dan bahan hukum pada penelitian ini bahan hukum sekunder yaitu dari putusan Pengadilan Agama Gunung Sugih Nomor 0067/Pdt.G/2017/PA.Gsg. Analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa argumentasi hukum hakim (legal reasoning) pada putusan pengadilan nomor 0067/Pdt.G/2017/Pa.Gsg khususnya mengenai pemenuhan mahar yang dihutang yaitu, karena didasarkan kepada fakta bahwa adanya hutang mahar yang belum dibayar, kemudian tergugat menyanggupi untuk membayar hutang mahar tersebut dan diperkuat dengan pasal 149 huruf c Kompilasi Hukum Islam apabila perkawinan putus karena talak, bekas suami wajib melunasi mahar yang terutang seluruhnya Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Pengadilan Nomor 0067/Pdt.G/2017/PA.Gsg dalam pemenuhan mahar dihutang pasca perceraian, Islam menjelaskan tentang diwajibkannya membayar mahar yaitu dalam Al-Qur’an surah An-Nisa’ (4:4) dan pandangan maslahah mursalah dalam kasus ini menunjukkan bahwa pemenuhan mahar kepada istri setelah perceraian adalah sesuatu yang harus dipenuhi karena mahar adalah salah satu pemberian wajib bagi suami kepada istri jika tidak dipenuhi sebagai salah satu bentuk perlindungan hak istri. Putusan ini termasuk kedalam maslahah al-khashah yaitu kemaslahatan pribadi, seperti kemaslahatan yang berkaitan dengan pemutusan hubungan perkawinan. Kemudian diperkuat dengan pendapat Wahbah Zuhaili Jika mahar dihutang, suami wajib membayarnya sesuai dengan waktu dan cara yang telah disepakati. Pendapat empat mazhab menganggap mahar sebagai kewajiban yang harus dipenuhi, baik secara langsung maupun dihutang. Ketidak patuhan terhadap kewajiban ini dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak istri dalam pernikahan. Kata Kunci: Perceraian, Pemenuhan Mahar, Mahar Dihutang iv ABSTRACT Mahr is a gift given by the prospective husband to the prospective wife, which is obligatory. Mahr usually takes the form of money, goods, or services, and anything that is permissible and does not violate Islamic law. The payment of the dowry, which is usually mentioned in the marriage contract, can be given in cash or deferred. The problem formulation in this research is: How is the legal argumentation in the Court Decision Number 0067/Pdt.G/2017/ PA.Gsg regarding the fulfillment of the dowry owed after divorce? What is the Islamic Law analysis of the Court Decision Number 0067/Pdt.G/2017/PA.Gsg regarding the fulfillment of the dowry owed after divorce? The research method used in this study is library research, characterized by a descriptive nature. The data source used in this research is secondary data and legal materials, specifically secondary legal materials from the decision of the Gunung Sugih Religious Court Number 0067/Pdt.G/2017/PA.Gsg. The data analysis employed is a qualitative approach to secondary data. The results of this study indicate that the legal reasoning of the judge in court decision number 0067/Pdt.G/2017/Pa.Gsg, particularly regarding the fulfillment of the dowry owed, is based on the fact that there is an unpaid dowry debt. The defendant agreed to pay this dowry debt, which is further supported by Article 149 letter c of the Compilation of Islamic Law, stating that if a marriage ends due to divorce, the ex�husband is obliged to fully settle the dowry owed. The Islamic legal analysis of Court Decision Number 0067/Pdt.G/2017/PA.Gsg regarding the fulfillment of the dowry owed post-divorce explains that the obligation to pay the dowry is outlined in the Qur'an, Surah An-Nisa’ (4:4). The perspective of maslahah mursalah in this case indicates that fulfilling the dowry to the wife after divorce is something that must be met, as the dowry is a mandatory gift from the husband to the wife. If not fulfilled, it serves as a form of protection for the wife's rights. This decision falls under maslahah al-khashah, which pertains to personal welfare, such as the welfare related to the dissolution of the marital relationship. It is further reinforced by Wahbah Zuhaili's opinion that if the dowry is owed, the husband is obliged to pay it according to the time and manner that has been agreed upon. The opinions of the four schools of thought consider the dowry as an obligation that must be fulfilled, either directly or as a debt. Non-compliance with this obligation is considered a violation of the wife's rights in marriage. Keywords: Divorce, Fulfillment of Dowry, Dowry in Debt

Actions (login required)

View Item