TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KEWARISAN DALAM PERKAWINAN TANJAKH PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG SAIBATIN (Studi di Pekon Bumi Agung Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat)

HENGKI, PUTRA AMANDA (2024) TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KEWARISAN DALAM PERKAWINAN TANJAKH PADA MASYARAKAT ADAT LAMPUNG SAIBATIN (Studi di Pekon Bumi Agung Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat). Diploma thesis, UIN RADEN INTAN LAMPUNG.

[thumbnail of SKRIPSI BAB 1 DAN 2.pdf] PDF
Download (3MB)
[thumbnail of SKRIPSI HENGKI PUTRA AMANDA.pdf] PDF
Restricted to Repository staff only

Download (5MB)

Abstract

ABSTRAK Hukum waris yang berlaku di Indonesia sampai saat ini masih prularistik, seperti hukum waris adat, hukum waris Islam dan hukum perdata barat (Burgerlijk Wetboek). Pada hukum waris adat, sebab�sebab adanya hak kewarisan pada dasarnya timbul akibat hubungan perkawinan.Dalam masyarakat hukum adat Lampung Saibatin, atas alasan tertentu maka ada sistem pernikahan lain yang digunakan yaitu sistem pernikahan Tanjakh, dimana implikasi dari pernikahan Tanjakh ini akan menyebabkan hilangnya hak suami sebagai ahli waris. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Research), data primer dikumpulkan melalui observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil penelitian, pembagian harta waris dalam sistem pernikahan Tanjakh akan menyebabkan suami tidak berhak atas bagiannya, dan setelah meninggalnya si istri maka harta akan diberikan kepada anak laki-laki tertua (jika dalam keluarga tersebut ada anak), namun jika tidak ada keturunan (anak) maka harta akan dikuasai oleh keluarga dari pihak si istri. masih ada kemungkinan suami untuk mendapatkan harta warisa apabila suami istri telah bermufakat mengenai pembagian harta waris atau didapat dari kebijakan anak tertua dalam keluarga tersebut. Pada pernikahan Tanjakh pembagian harta waris diberikan kepada anak laki-laki tertua dalam keluarga jika mempunyai anak, tetapi apabila tidak memilki anak, maka harta waris diberikan kepada pihak keluarga istri, dalam hal ini sistem pembagian harta waris berimplikasi terhadap suami, dimana dengan ketentuan adat si suami tidak mendapatkan bagian harta waris sedikitpun. Menurut hukum kewarisan Islam, pembagian harta waris pernikahan Tanjakh tersebut tidak sesuai karena bertentangan dengan surat An-Nisa (4):12 dan KHI pasa 174, namun hukum Islam di turunkan bukan lah untuk memaksa melainkan mengatur umat manusia untuk kemaslahatan dengan demikian adat yang dilakukan masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Bumi Agung Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat tersebut merupakan adat yang turun-temurun yang tidak menimbulkan mafsadat dan mudarat atau persengketaan. Sehingga apabila dianalisis adat merupakan ‘urf dalam istilah ushul fiqh yang bisa dijadikan hukum ditengah-tengah masyarakat, oleh sebab itu pembagian harta waris dalam pernikahan Tanjakh boleh dilakukan (Mubah). Kata Kunci : Hukum Islam, Kewarisan, Pernikahan Tanjakh iv ABSTRACT The inheritance laws currently in force in Indonesia are still pluralistic, such as customary inheritance law, Islamic inheritance law and western civil law (Burgerlijk Wetboek). In customary inheritance law, the causes of inheritance rights basically arise as a result of the marriage relationship. In the Lampung Saibatin customary law community, for certain reasons there is another marriage system used, namely the Tanjakh marriage system, where the implications of this Tanjakh marriage will cause loss of rights. husband as heir. This research is field research, primary data was collected through observation and interviews. Based on research results, the division of inheritance in the Tanjakh marriage system will result in the husband not being entitled to his share, and after the wife dies, the property will be given to the eldest son (if there are children in the family), but if there are no descendants (children ) then the property will be controlled by the wife's family. There is still a possibility for the husband to inherit inheritance if the husband and wife have agreed on the division of inheritance or obtained from the policy of the eldest child in the family. In a Tanjakh marriage, the distribution of inheritance is given to the oldest son in the family if he has children, but if he does not have children, then the inheritance is given to the wife's family. The husband does not get any share of the inheritance. According to Islamic inheritance law, the division of inheritance from the Tanjakh marriage is not appropriate because it is contrary to Surah An-Nisa (4): 12 and KHI chapter 174, however, Islamic law was revealed not to force but to regulate humanity for the benefit of this custom. The Lampung Saibatin community in Pekon Bumi Agung, Belalau District, West Lampung Regency, is a tradition that has been passed down from generation to generation which does not give rise to harm or harm or disputes. So if we analyze custom, it is 'urf in terms of ushul fiqh which can be made into law in society, therefore the division of inheritance in a Tanjakh marriage is permissible (Mubah). Keywords: Islamic Law, Inheritance, Tanjakh Marriage

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga)
Divisions: Fakultas Syariah > Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga)
Depositing User: LAYANAN PERPUSTAKAAN UINRIL REFERENSI
Date Deposited: 14 Oct 2024 04:13
Last Modified: 14 Oct 2024 04:13
URI: https://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/35838

Actions (login required)

View Item View Item