MAK DIJUK SIANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi Perceraian Marga Lampung Pepadun Abung Siwo Mego di PA Gunung Sugih)

M NAJIB ALI, JIB (2019) MAK DIJUK SIANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi Perceraian Marga Lampung Pepadun Abung Siwo Mego di PA Gunung Sugih). Masters thesis, Pascasarjana Magister.

[thumbnail of TESIS_NAJIB_1774130016_UINRIL.pdf]
Preview
PDF
Download (5MB) | Preview

Abstract

Perceraian merupakan aib bagi marga Pepadun Abung Siwo Mego mereka memiliki aturan adat “Mak Dijuk Siang” tidak boleh pisah. Rigidnya aturan adat tersebut tentunya perlu ditinjau seperti apa eksistensinya di masyarakat, serta bagaimana persepektif hukum Islam dan hukum positif menyikapinya. Penelitian lapangan hukum empiris yang bersifat deskriptif–kualitatif ini, sumber data dan informasinya merupakan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, pada ; PA Gunung Sugih, dua tokoh adat dari daerah Lampung Tengah dan Lampung Utara. Budaya patriarki yang masih kental serta lazimnya stereotype bahwa isteri adalah pengabdi suami, merupakan faktor utama keharmonisan rumah tangga sehingga perceraian pada marga abung siwo mego jarang terjadi karena suami dan isteri memahami posisi dan perannya masing – masing, walaupun dilihat suku lain cara itu cenderung keras dan tidak mencerminkan kesetaraan gender. Fenomena lainnya adalah perceraian banyak terjadi pada generasi muda, Mak Dijuk Siang membawa dampak positif yaitu rendahnya persentase angka perceraian, mengurangi kenakalan remaja akibat broken home serta menjaga kelestarian norma yang hidup di masyarakat dengan terwujudnya rumah tangga yang harmonis, juga membawa dampak negative yaitu; dimungkinkan terjadi stigma label buruk dari status janda, penelantaran istri yang dapat menimbulkan Poligami dzholim, kedisharmonisan rumah tangga menimbulkan KDRT, gugatan cerai isteri dapat meruntuhkan superioritas patrilinalisme sebagai ciri Marga Lampung Pepadun, dan pelanggaran Mak Dijuk Siang membawa dampak kekacauan terhadap ketentuan adat. Mak Dijuk Siang dalam pandangan Syar’i terkait hukum talak dan khulu’ masuk dalam kategori hukum haram bercerai, dengan alasan - alasan yang telah dijelaskan syari' mengenai kondisi bilamana perceraian hukumnya menjadi haram, sedangkan dalam hal fasakh jarang terjadi pembatalan dalam pernikahan marga pepadun abung siwo mego, karena upaya preventif dari marga tersebut. Terkait kemaslahatan maka posisinya berada dalam kategori Maslahat Tahsiniyat yang berada di bawah hajiyat dan dharuriyat, karena apabila dalam kondisi darurat tetap tidak bercerai, dikhawatirkan akan membawa mafsadat dan mudharat besar, atau dalam konteks hajiyat akan membawa kesulitan. Mak Dijuk Siang selaras dengan hukum positif dalam hal pernikahan adalah Mitsaqan Ghalizan mewujudkan tujuan pernikahan yang sakinah, mawaddah, warohmah yang sesuai Pasal 2 dan 3 KHI, serta upaya mempersulit perceraian di pengadilan agama. namun dapat bertentangan dengan hukum positif, bila dalam budaya rumah tangga marga ini bersinggungan dengan UU No.34 Tahun 2004 tentang KDRT, budaya patriaki yang memposisikan kesuperioritasan suami berseberangan dengan Pasal 31 UU No.1 tahun 1974 yang menegaskan kesamaan hak dan kewajiban antara suami dan isteri, begitupun dalam hal putusnya perkawinan, Mak Dijuk Siang hanya mengenal cerai mati, sedangkan pasal 38 UU No.1 Tahun 1974 perkawinan putus karena: Kematian, Perceraian dan atas keputusan Pengadilan.

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga)
Divisions: Pasca Sarjana > S2 Ilmu Syariah dan Hukum Keluarga
Depositing User: M. Najib Ali
Date Deposited: 21 Jun 2019 01:56
Last Modified: 21 Jun 2019 01:56
URI: http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/6762

Actions (login required)

View Item View Item