IMPLEMENTASI HAK EX OFFICIOHAKIM DI PENGADILAN AGAMA KRUI SEBAGAI BENTUK RASA KEADILAN BAGI ANAK DAN MANTAN ISTRI DALAM PERKARA CERAI TALAKVERSTEK (Analisis Putusan Pengadilan Agama Krui Tahun 2016-2017)

MEILINA YULIEN, YUL (2019) IMPLEMENTASI HAK EX OFFICIOHAKIM DI PENGADILAN AGAMA KRUI SEBAGAI BENTUK RASA KEADILAN BAGI ANAK DAN MANTAN ISTRI DALAM PERKARA CERAI TALAKVERSTEK (Analisis Putusan Pengadilan Agama Krui Tahun 2016-2017). Masters thesis, Pascasarjana Magister.

[thumbnail of Tesis 1674130010.pdf]
Preview
PDF
Download (1MB) | Preview

Abstract

Syariat Islam membenarkan terjadinya perceraian apabila menjadi solusi terakhir yang bertujuan untuk kemaslahatan. Salah satu bentuk perceraian adalah cerai talak, kewajiban suami terkait hak mantan istri yang ditalaknya dan kewajiban memberi nafkah kepada anaknya telah diatur jelas dalam al-Qur’an surat al-Baqarahayat 233 dan241 sertasurat At-talaq ayat 6 dan juga dalam Undang-undang Perkawinan serta Kompilasi Hukum Islam (KHI). Hak ex officio merupakan hak yang dimiliki hakim karena jabatannya yang salah bentuknya adalah memutuskan atau memberikan sesuatu yang tidak ada dalam tuntutan. Berdasarkan Pasal 41 huruf c Undang-undang Perkawinan, kata “dapat” ditafsirkan “boleh secara ex officio“ memberi ruang kepada hakim untuk menetapkan iddah, mut’ah dan nafkah hadhanah, sebagai bentuk menyelamatkan dan perlindungan hak mantan istri dan anak akibat dari perceraian. Dengan hak ex officiomajelis hakim dapat menghukum mantan suami membayar kewajibankewajibannya walaupun tidak dituntut oleh mantan istri. Namun dalam kenyataannya banyak putusan cerai talak di PA Krui belum maksimal diterapkan dengan memberikan hak-hak yang dimiliki mantan istri dan anak secara ex officio. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana penerapan ex officiodi PA Krui, apa saja pertimbangan hakim dalam menerapkan hak ex officioserta apa yang menjadi dasar seorang hakim menggunakan atau tidak menggunakan hak ex officiodalam memutusperkara cerai talak khususnya yang diputus verstekkarena ketidakhadiran istri selama persidangan. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan cara menelaah kumpulan putusan-putusan PA Krui, buku-buku bacaan dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Metode ini digunakan untuk menganalisis bagaimanakah tingkat pelaksanaan, apa yang menjadi pertimbangan hukum serta apa yang menjadi alasan seorang hakimmenggunakan atau tidak menggunakan hak ex officio dalam memeriksa dan memutus perkara cerai talak verstek dalam hal pemberian pembebanan kepada mantan suami. Hasil penelitian diketahui bahwa penerapan hak ex officio hakim di PA Krui dalam pemeriksaan perkara cerai talak verstek masih sangat minim, hanya ada 33 putusan atau 19,76 % yang memberikan hak anak dan mantan istri dengan menggunakan hak ex officio. Hal ini disebabkan karena terdapat 2 kelompok hakim yang memandang berbeda terhadap penerapan hak ex officio hakim. Mayoritas majelis hakim tidak menggunakan hak ex officio dalam menghukum pembebanan kepada suami, mereka hanya mengesahkan perceraiannya saja dengan pertimbangan bahwa istri yang tidak hadir dipersidangan walaupun telah dipanggil dengan resmi dan patut berarti telah menggugurkan hak-haknya. Mereka juga berpendapat bahwa hakim hanya bersifat pasif dalam memeriksa perkara perdata, memutus melebihi dari apa yang dituntut oleh pemohon termasuk pelanggaran (ultra petita) yang dapat menyebabkan cacat hukum. Kelompok hakim minoritas menggunakan hak ex officio hakim dalam pemeriksaan perkara cerai talak verstekdengan menyertakan pembebanan kepada suami dalam putusannya walaupun tidak dituntut/diminta oleh pihak istri dan selama dalam persidangan istri tidak pernah hadir, pertimbangannya bahwa kewajiban terkait nafkah iddah, mut’ah dan nafkah hadhanahmerupakan satu paket kewajiban sebagai akibat dari cerai talak dan sebagai bentuk perwujudan dari konsep kemaslahatan untuk melindungi kaum lemah yakni anak dan mantan istri. Dasar hukum yang digunakan majelis hakim adalah UU Nomor 1 Tahun 1974 pasal 41 huruf (c) dan KHI Pasal 149, 152 dan 156.Penentuan beban ini didasarkan pertimbangan melihat kemampuan ekonomi dan itikad suami, lama usia perkawinan, nusyuz tidaknya istri serta faktor usia dan jumlah iii

Item Type: Thesis (Masters)
Subjects: Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga)
Divisions: Pasca Sarjana > S2 Ilmu Syariah dan Hukum Keluarga
Depositing User: M. Najib Ali
Date Deposited: 14 May 2019 05:13
Last Modified: 14 May 2019 05:13
URI: http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/6528

Actions (login required)

View Item View Item