POLIGAMI DALAM PEMIKIRAN MUHAMMAD SYAHRUR (Studi Kritis Berdasarkan Pemikiran Mufassir Indonesia

Lulu, Lathul Kurniasari (2023) POLIGAMI DALAM PEMIKIRAN MUHAMMAD SYAHRUR (Studi Kritis Berdasarkan Pemikiran Mufassir Indonesia. Diploma thesis, UIN RADEN INTAN LAMPUNG.

[thumbnail of SKRIPSI BAB 1&2.pdf] PDF
Download (2MB)
[thumbnail of SKRIPSI FULL.pdf] PDF
Restricted to Repository staff only

Download (2MB)

Abstract

ABSTRAK Perkawinan merupakan suatu akad atau perjanjian untuk mengikat dua manusia, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Salah satu bentuk perkawinan yang sering diperbincangkan dalam masyarakat muslim adalah poligami, karena selalu mengundang kontroversi. Poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu orang istri) dalam waktu yang bersamaan. Kebalikan dari poligami ialah monogami, yaitu ikatan perkawinan yang hanya membolehkan suami mempunyai satu istri. Islam menetapkan syarat-syarat jika ingin berpoligami, yaitu keadilan dan pembatasan jumlah. Keadilan menjadi syarat karena istri mempunyai hak untuk hidup dan bahagia. Adapun pembatasan jumlah menjadi syarat karena jika tidak dibatasi, maka keadilan akan sulit ditegakkan. Berbeda dengan Muhammad Syahrur, menurut Syahrur, poligami harus dikaitkan dengan persoalan perlindungan anak yatim sebagaimana yang diamanatkan Al-Qur’an. Poligami menurutnya sah�sah saja, asalkan anak yatim terpenuhi kebutuhannya untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraannya. Namun pula, poligami hanya boleh dilakukan dengan dua syarat yang harus terpenuhi, yaitu: isteri kedua, ketiga, dan keempat adalah para janda yang memiliki anak dan syarat kedua, berbuat adil kepada anak-anak yatim. Sudut pandang ini yang membedakan Syahrur dengan beberapa ahli tafsir terdahulu dalam menginterprestasikan Al-Qur’an. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pemikiran Muhammad Syahrur tentang poligami, dan Bagaimana kerangka berfikir Mufassir Indonesia tentang poligami. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pemikiran Muhammad Syahrur tentang poligami, dan untuk menganalisa kerangka berfikir Mufassir Indonesia tentang poligami. Dalam mencari data, penulis menggunakan metode dokumentasi. Teknik ini untuk mencari data atau hal-hal yang variabel berupa bukti tertulis yang diperoleh dari buku induk (sumber utama) serta buku sekunder (sumber kedua). Setelah itu data dianalisa menggunakan metode deskriptif analisis kritis. Penelitian ini adalah penelitian pustaka (Library research). Hasil penelitian Poligami menurut Muhammad Syahrur hukumnya adalah mubah, dengan syarat yang ketat yaitu istri kedua, iv ketiga, dan keempat adalah janda yang mempunyai anak yatim yang belum mencapai umur baligh yang kehilangan ayahnya, sementara ibunya masih hidup dan dibatasi memiliki empat orang istri tidak lebih. Kedua, harus mempunyai rasa khawatir tidak dapat berbuat adil terhadap anak yatim. Muhammad Syahrur memakai teori batas karena menurutnya ayat tentang poligami ini adalah salah satu ayat ḥudūd. Batasan tersebut menurut Syahrur yaitu ḥudūd al Kamm (Kuantitas) dan ḥudūd al-Kaif (Kualitas), Ia hadir untuk menggabungkan batas maksimal dan batas minimal dalam sebuah kuantitas dan kualitas. Kemudian menurut mufassir Indonesia Hamka dan M. Quraish Shihab. Poligami Harus berlaku adil secara keseluruhan, tidak ada faktor pembeda antara istri yang atau yang lainnya. Baik lahir maupun batin, dan yang utama adalah keadilan tentang hati. Dan Adil bagi anak yatim yang ditinggal mati ayahnya. Kata Kunci:Poligami, Muhammad Syahrur, Perspektif Mufassir Indonesia v ABSTRACT Marriage is a contract or agreement to bind two people, a man and a woman. One form of marriage that is often discussed in Muslim society is polygamy, because it always invites controversy. Polygamy is a marriage bond in which one party (the husband) marries several (more than one wife) at the same time. The opposite of polygamy is monogamy, which is a marriage bond that only allows a husband to have one wife. Islam sets conditions for polygamy, namely justice and limiting the number. Justice is a requirement because a wife has the right to live and be happy. The limit on the amount is a requirement because if it is not limited, then justice will be difficult to uphold. In contrast to Muhammad Syahrur, according to Syahrur, polygamy must be linked to the issue of protecting orphans as mandated by the Qur'an. According to him, polygamy is legal, as long as the orphan's needs are fulfilled to achieve his happiness and well�being. However, polygamy can only be carried out with two conditions that must be met, namely: the second, third and fourth wives are widows who have children and the second condition is to be fair to orphans. This point of view distinguishes Syahrur from several previous commentators in interpreting the Qur'an. The problems in this study are how Muhammad Syahrur thinks about polygamy, and how does the Indonesian Mufassir think about polygamy. The purpose of this study is to examine Muhammad Syahrur's thoughts about polygamy, and to analyze the framework of thinking of Indonesian Mufassir about polygamy. In searching for data, the author uses the documentation method. This technique is to find data or variable things in the form of written evidence obtained from main books (main source) and secondary books (second source). After that the data was analyzed using a descriptive method of critical analysis. This research is library research. According to Muhammad Syahrur, the legal results of polygamy are mubah, with strict conditions, namely the second, third and fourth wives are widows who have orphans who have not reached the age of maturity who have lost their father, while their mother is still alive and is limited to having four wives and no more. Second, one must worry about not being able to do justice to orphans. Muhammad Syahrur uses the boundary theory because according to him this verse on polygamy is one of the ḥudūd verses. According to Syahrur, these limits are ḥudūd al Kamm (Quantity) and ḥudūd al�Kaif (Quality). He exists to combine the maximum and minimum limits vi in quantity and quality. Then according to Indonesian commentators Hamka and M. Quraish Shihab. Polygamy Must be fair as a whole, there is no distinguishing factor between one wife or the other. Both physically and spiritually, and the main thing is justice about the heart. And Fair for orphans whose father died. Keywords: Polygamy, Muhammad Syahrur, Perspective of Indonesian Mufassir

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga)
Divisions: Fakultas Syariah > Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga)
Depositing User: LAYANAN PERPUSTAKAAN UINRIL REFERENSI
Date Deposited: 06 Jun 2023 03:57
Last Modified: 06 Jun 2023 03:57
URI: http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/28459

Actions (login required)

View Item View Item