Kewajiban Nafkah Rumah Tangga Dalam Perspektif Hukum Islam (Telaah Maqāshid al-Syarī'ah dan Mubādalah Terhadap Hukum Kewajiban Nafkah Rumah Tangga dalam Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam)

Hepi, Riza Zen, S.H.,M.H. . (2022) Kewajiban Nafkah Rumah Tangga Dalam Perspektif Hukum Islam (Telaah Maqāshid al-Syarī'ah dan Mubādalah Terhadap Hukum Kewajiban Nafkah Rumah Tangga dalam Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam). Doctoral thesis, UIN RADEN INTAN LAMPUNG.

Full text not available from this repository.

Abstract

ABSTRAK Penelitian yang berjudul Kewajiban Nafkah Rumah Tangga Dalam Perspektif Hukum Islam (Telaah Maqāshid al-Syarī‘ah dan Mubādalah Terhadap Hukum Kewajiban Nafkah Rumah Tangga Dalam UU Perkawinan dan KHI) ini mengkaji analisis Hukum Islam terhadap ketentuan hukum nafkah dalam Pasal 34 ayat (1), UU Perkawinan dan Pasal 80 ayat (2), Pasal 80 ayat (4), Pasal 81 ayat (1), Pasal 81ayat (4) KHI yang kontra produktif dengan pencapaian tujuan perkawinan menggunakan Maqāshid al-Syarī‘ah dan Qirā`ah Mubādalah. Penelitian ini dilatar belakangi fenomena dan hasil penelitian bahwa ketentuan nafkah dalam UU Perkawinan dan KHI yang menetapkan, “suami sebagai penanggung jawab tunggal nafkah rumah tangga dan perempuan penanggung jawab urusan rumah tangga” ketika bersanding dengan ketentuan yang memberikan peluang dan kesempatan sama bagi perempuan dan laki-laki untuk meraih pendidikan dan pekerjaan menjadi kontra produktif dengan pencapaian tujuan perkawinan. Penelitian ini merupakan penelitian normatif menggunakan data sekunder dan data primer sebagai pelengkap dengan mendeskripsikan teks al-Qur`ān dan Sunnah, pendapat ulama, serta kisah kisah teladan di masa lalu mengenai kewajiban memenuhi nafkah rumah tangga dihubungkan dengan kondisi kekinian di masyarakat. Kesimpulannya, ketentuan nafkah di Pasal 34 ayat (1), UU Perkawinan dan Pasal 80 ayat (2), Pasal 80 ayat (4), Pasal 81 ayat (1), Pasal 81ayat (4) KHI ini membawa mafsadat karena ketentuan ini berasumsi bahwa para suami senantiasa kuat sehingga tidak mengakomodir kemungkinan ada kalanya suami dalam kondisi lemah sebagaimana hal nya dalam fiqh klasik dan amanat Allah dan Rasulullah dalam kata “ma’ruf” atau kemampuan sebagai kata kunci KEWAJIBAN NAFKAH RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM xiii ABSTRAK Penelitian yang berjudul Kewajiban Nafkah Rumah Tangga Dalam Perspektif Hukum Islam (Telaah Maqāshid al-Syarī‘ah dan Mubādalah Terhadap Hukum Kewajiban Nafkah Rumah Tangga Dalam UU Perkawinan dan KHI) ini mengkaji analisis Hukum Islam terhadap ketentuan hukum nafkah dalam Pasal 34 ayat (1), UU Perkawinan dan Pasal 80 ayat (2), Pasal 80 ayat (4), Pasal 81 ayat (1), Pasal 81ayat (4) KHI yang kontra produktif dengan pencapaian tujuan perkawinan menggunakan Maqāshid al-Syarī‘ah dan Qirā`ah Mubādalah. Penelitian ini dilatar belakangi fenomena dan hasil penelitian bahwa ketentuan nafkah dalam UU Perkawinan dan KHI yang menetapkan, “suami sebagai penanggung jawab tunggal nafkah rumah tangga dan perempuan penanggung jawab urusan rumah tangga” ketika bersanding dengan ketentuan yang memberikan peluang dan kesempatan sama bagi perempuan dan laki-laki untuk meraih pendidikan dan pekerjaan menjadi kontra produktif dengan pencapaian tujuan perkawinan. Penelitian ini merupakan penelitian normatif menggunakan data sekunder dan data primer sebagai pelengkap dengan mendeskripsikan teks al-Qur`ān dan Sunnah, pendapat ulama, serta kisah kisah teladan di masa lalu mengenai kewajiban memenuhi nafkah rumah tangga dihubungkan dengan kondisi kekinian di masyarakat. Kesimpulannya, ketentuan nafkah di Pasal 34 ayat (1), UU Perkawinan dan Pasal 80 ayat (2), Pasal 80 ayat (4), Pasal 81 ayat (1), Pasal 81ayat (4) KHI ini membawa mafsadat karena ketentuan ini berasumsi bahwa para suami senantiasa kuat sehingga tidak mengakomodir kemungkinan ada kalanya suami dalam kondisi lemah sebagaimana hal nya dalam fiqh klasik dan amanat Allah dan Rasulullah dalam kata “ma’ruf” atau kemampuan sebagai kata kunci pelaksanaan nafkah.Sedangkan menurut Qirā`ah Mubādalah, mengingat rumahtangga adalah suatu bentuk kerjasama kemitraan maka ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UU Perkawinan serta ketentuan Pasal 80 ayat (2) ayat (4) ketentuan Pasal 81 ayat (1) KHI itu tidak hanya mengamanatkan pada laki-laki untuk bertanggung jawab tentang nafkah, namun perempuan pun bisa diserahi tanggung jawab tersebut. Kata Kunci: Nafkah Rumah Tangga, Maqāshid Syarī'ah, Mubādalah. KEWAJIBAN NAFKAH RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM xiv ABSTRACT The research, entitled Domestic Livelihood Obligations in the Perspective of Islamic Law (Maqāshid al-Syarī'ah and Mubādalah Studies Against the Law of Domestic Livelihood Obligations in the Marriage Law and KHI) examines the analysis of Islamic law on the provisions of the law of livelihood which are counter-productive to the achieve goal of marriage and how Mubādalah as a method of understanding the texts answers the application of the arguments of living in order to be able to bring mashlahat and reject mafsadat.Is motivated by many phenomenon and results of research that the provisions for livelihood in the Marriage Law and KHI which stipulate, "husband is the sole person in charge of household maintenance and women are in charge of household affairs" when enforced in conjunction with provisions that provide equal opportunities and opportunities for women and men to get education and work, Article 34 paragraph (1), Marriage Law and Article 80 paragraph (2), Article 80 paragraph (4), Article 81 paragraph (1), Article 81 paragraph (4) KHI becomes counter productive with achievement the purpose of marriage. This is a normative research using secondary data and primary data as a complement by describing the texts of the Qur'an and Sunnah as well as stories of exemplary stories in the past regarding the obligation to fulfill household expenses related to current conditions in society. In conclusion, the provisions for livelihood in Article 34 paragraph (1), Marriage Law and Article 80 paragraph (2), Article 80 paragraph (4), Article 81 paragraph (1), Article 81 paragraph (4) of the KHI carry mafsadat because these provisions assume that husbands are always strong so that they do not accommodate the possibility that there are times when their husbands are in a weak condition as KEWAJIBAN NAFKAH RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM xv ABSTRACT The research, entitled Domestic Livelihood Obligations in the Perspective of Islamic Law (Maqāshid al-Syarī'ah and Mubādalah Studies Against the Law of Domestic Livelihood Obligations in the Marriage Law and KHI) examines the analysis of Islamic law on the provisions of the law of livelihood which are counter-productive to the achieve goal of marriage and how Mubādalah as a method of understanding the texts answers the application of the arguments of living in order to be able to bring mashlahat and reject mafsadat.Is motivated by many phenomenon and results of research that the provisions for livelihood in the Marriage Law and KHI which stipulate, "husband is the sole person in charge of household maintenance and women are in charge of household affairs" when enforced in conjunction with provisions that provide equal opportunities and opportunities for women and men to get education and work, Article 34 paragraph (1), Marriage Law and Article 80 paragraph (2), Article 80 paragraph (4), Article 81 paragraph (1), Article 81 paragraph (4) KHI becomes counter productive with achievement the purpose of marriage. This is a normative research using secondary data and primary data as a complement by describing the texts of the Qur'an and Sunnah as well as stories of exemplary stories in the past regarding the obligation to fulfill household expenses related to current conditions in society. In conclusion, the provisions for livelihood in Article 34 paragraph (1), Marriage Law and Article 80 paragraph (2), Article 80 paragraph (4), Article 81 paragraph (1), Article 81 paragraph (4) of the KHI carry mafsadat because these provisions assume that husbands are always strong so that they do not accommodate the possibility that there are times when their husbands are in a weak condition as is the case in classical fiqh and the mandate of Allah and the Messenger of Allah in the word "ma'ruf" or ability as the key word for carrying out a living. Meanwhile, according to Qirā`ah Mubādalah, considering the household is a form of partnership cooperation, the provisions of Article 34 paragraph (1) and paragraph (2) of the Marriage Law as well as the provisions of Article 80 paragraph (2) paragraph (4) the provisions of Article 81 paragraph (1) of the KHI do not only mandate men to be responsible about a living, but women can be entrusted with this responsibility. Keywords: household income, Maqāshid Syar'ah, Mubādalah.

Item Type: Thesis (Doctoral)
Subjects: Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga)
Divisions: Pasca Magister > S3 Program Studi Hukum Keluarga
Depositing User: LAYANAN PERPUSTAKAAN UINRIL REFERENSI
Date Deposited: 20 May 2022 04:22
Last Modified: 20 May 2022 04:22
URI: http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/19156

Actions (login required)

View Item View Item