TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IDDAH ISTRI YANG MEMILIKI ANAK BAYI TABUNG DARI MANTAN SUAMI IMPOTEN

RESTI, AGUSTINA (2021) TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IDDAH ISTRI YANG MEMILIKI ANAK BAYI TABUNG DARI MANTAN SUAMI IMPOTEN. Undergraduate thesis, UIN RADEN INTAN LAMPUNG.

[thumbnail of Skripsi Full.pdf] PDF
Restricted to Repository staff only

Download (1MB)
[thumbnail of Awal - BAB II dan Daftar Pustaka.pdf] PDF
Download (1MB)

Abstract

ABSTRAK Setiap wanita yang ditalak memiliki masa iddah. Kepastian masa iddah ditentukan oleh terjadi atau tidaknya hubungan kelamin (dukhûl). Namun jika suami tidak mampu dukhûl karena suatu penyakit (impoten), tidak ada masa iddah bagi istri yang ditalak suaminya, karena tidak pernah terjadi dukhûl. Namun permasalahan yang akan muncul jika mereka melakukan program bayi tabung dan berhasil kemudian hamil, justru suami malah mentalaknya. Berdasarkan latar belakang penelitian ini, rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana masa iddah istri yang ditalak suami menurut hukum Islam? dan bagaimana iddah istri yang memiliki anak bayi tabung dari mantan suami impoten? Adapun tujuan dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui masa iddah istri yang ditalak suami menurut hukum Islam dan bagaimana iddah istri yang memiliki anak bayi tabung dari mantan suami impoten. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian pustaka (library research), penelitian yang menggunakan sumber-sumber hukum seperti buku, kitab, jurnal, makalah, berita terkini atau artikel dengan sifat penelitian yang bersifat deskriptif analisis. Dan hasil temuan dalam penelitian ini berupa: Pertama. Masa iddah menurut hukum Islam terbagi menjadi 2 kategori, yang pertama, masa iddah bagi wanita yang ditinggal mati oleh suaminya memiliki dua keadaan, yaitu ketika wanita yang ditinggalkan suaminya ketika sedang hamil, maka masa menunggunya (iddah) berakhir setelah ia melahirkan bayinya, dan wanita yang ditinggalkan tidak sedang hamil, maka masa iddahnya ialah 4 bulan 10 hari. Kedua, wanita yang diceraikan dengan talak raj’i terbagi menjadi beberapa keadaan pula, di antaranya wanita yang masih haid, maka masa iddahnya 3x haid, wanita yang tidak haid karena belum pernah haid atau sudah menopause masa iddahnya 3 bulan, wanita hamil masa iddahnya akan berakhir setelah melahirkan, dan wanita yang terkena darah istihadhah masa iddahnya sama dengan wanita haid. Kedua, Masuknya sperma yang telah bercampur dengan sel telur yang terbelah-belah menjadi embrio dalam program bayi tabung bisa dianggap ba’da al-dukhūl atau al-dukhūl al-haqiqi. Konsep al-dukhūl al-haqiqi atau ba’da dukhūl menurut pendapat Ulama Syafi’iyyah tidak terbatas dimaknai al-wat’u atau al-ijma’ melalui vagina saja. Karena yang dimaksudkan hubungan suami istri (al-dukhūl) yang dilakukan apabila air maninya sudah masuk baik melalui jalan belakang (dubur) ataupun melalui vagina istrinya. Apabila air mani tersebut sudah masuk, maka hal tersebut berimplikasi wajib adanya iddah dalam perceraiannya walaupun sudah nyata bersih rahim istrinya. Peristiwa masuknya sperma yang berupa embrio sudah termasuk ba’da al-dukhūl, sehingga wajib seorang istri untuk menjalankan iddah. Maka dalam kondisi tersebut, seorang istri wajib untuk menjalankan iddah dan hukumnya menjadi talak raj’i dan suami berhak untuk merujuknya kembali apabila seorang suami merujuk istrinya masih dalam masa iddah-nya

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Subjects: Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga)
Divisions: Fakultas Syariah > Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga)
Depositing User: LAYANAN PERPUSTAKAAN UINRIL REFERENSI
Date Deposited: 05 Jul 2021 03:15
Last Modified: 05 Jul 2021 03:15
URI: http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/15045

Actions (login required)

View Item View Item